Oleh: muhdahlan | 10 Agustus 2011

ISLAM DI SPANYOL (KEMUNDURAN DAN HAPUSNYA)

ISLAM  DI SPANYOL

( Kemunduran dan Hapusnya Islam )

Oleh Muh. Dahlan Thalib

I.       PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Penyerbuan (Invasi) yang dilakukan bani Abbasiyah terhadap pemerintahan bani Umayyah yang berpusat di Damaskus menjadikan kekhalifahan berpindah ke tangan bani Abbasiah. Sebagaimana diketahui bahwa setelah merebut kekuasaan tidak berhenti sampai disitu, melainkan pengikut-pengikut bani Abbasiah membantai seluruh keluarga Bani Umayyah dengan semena-mena, walaupun demikian salah seorang anggota keluarga bani Umayyah, Abdur Rahman I berhasil lolos dari ancaman maut tersebut.

Nama Lengkap beliau adalah  Abdur Rahman bin Mu’awiyah bin Hisyam bin Abdul Malik. Ia cucu Hasyim Abdul Malik, Khalifah ke 10 dinasti Umayyah di Damascus. Abdur Rahman I digelar ad-Dakhil ( penakluk; yang masuk ), gelar  ini terkait dengan keberhasilan menaklukkan dan memasuki Spanyol setelah melalui perjuangan berat[1].  beliau melakukan perjalanan menuju Pelestina, Mesir, Aprika Utara dan akhinya masuk ke Andalusia  ( Spanyol ) yang kemudian tahun 138 H / 755 M didirikanlah kerajaan baru di negeri itu.

Sejak Amir Abdur Rahman I berkuasa berhasil membawa rakyat  Spanyol hidup tenteram demikian pula pada Amir Abdrur Rahman II sampai kepada pemerintahan khalifah[2] Abdur Rahman III bahkan umat Islam Spanyol pada masa ini mencapai puncak kemajuan dan Kejayaan menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Bagdad.

Abdur Rahman III memerintah sejak 300-350 H/912-961 M dan merupakan penguasa Umayyah terbesar di Spanyol, seluruh gerakan pengacau dan komplik politik dapat diatasinya sehingga negara dapat diamankannya. Keberhasilan tersebut diikuti penaklukan kota Elvira, Jain, Siville dan kekuatan Kristen dipaksa menyerah kepadanya, ia juga berhasil menggagalkan cita-cita Fatimiyah untuk memperluas wilayah kekuasaan di Spanyol[3].

Dan sesudah itu beliau berhasil  menciptakan kemakmuran dan kemajuan Spanyol, ini dapat dilihat jalan raya dan sarana pengadaan air minum, pertanian, industri, perdagangan dan pendidikan mengalami kemajuan yang pesat pada masa itu.

Setelah pemerintahan Abdur Rahman III wafat digantikan oleh anaknya Al- Hakam II dan Islam masih berdiri dengan kokoh, Akan tetapi kekuasan Islam Spanyol mengalami perobahan struktur Kekuasaan yang mengakibatkan awal dari kehancuran Khalifah Bani Umayyah di Spanyol ketika Hasyim II naik tahta dalam usia baru sepuluh tahun[4]. Karena usianya masih muda sehingga yang menjalankan seluruh roda pemerintahan sepenuhnya dilakukan oleh Muhammad Ibn Abi Amir.

Sejak periode ini para penguasa sudah tidak mampu mempertahan kan kejayaan spanyol sebagai pusat peradaban dunia bagian barat, dan bahkan kemajuan peradaban Islam hancur dan berakhir dengan pengusiran secara paksa seluruh umat Islam di Spanyol.

B. Rumusan Masalah

Dengan berdasar uraian latar belakang tesebut dimana umat Islam di Spanyol mengalami masa-masa  perkembangan kemudian kehancuran, maka dalam makalah ini penulis akan mencoba mengangkat suatu permasalahan yaitu mengapa terjadi kemunduran yang berakhir dengan lenyapnya Islam di Andalusia ( Spanyol ).

II. PEMBAHASAN

A. Mundurnya Islam di Spanyol

Kemunduran Islam yang berakibat patal terhadap seluruh sendi-sendi Islam di Spanyol,maka penulis membagi dua factor penyebab Yaitu :

a. Penyebab dari dalam ( Internal )

1.    Sistem pengangkatan ke Khalifahan kurang jelas.

Karena sistem pengangkatan khalifah kurang jelas, maka di antara anggota keluarga bani Umayyah saling memperebutkan  kekuasaan, mereka saling mengklaim dirinya bahwa ia merasa lebih berhak untuk menjadi khalifah, di samping itu pula  boleh jadi dikalangan pembesar-pembesar kerajaan yang bukan dari kalangan mereka juga berambisi menduduki kekhalifahan.

Ketika Khalifah Hakam II pada tahun 350 H/ 961 M dalam usia 45 tahun naik menjadi khalifah menggantikan bapaknya Abdur Rahman III (921-961 M), beliau merupakan khalifah kedua dalam sejarah daulat Bani Umayyah di Andalusia[5]. Beliau wafat pada tahun  976 M dalam usia 62 tahun dan masa pemerintahannya 17 tahun lamanya, kemudian digantikan putranya Hisyam II (976-1009 M) yang masih usianya 10 tahun, oleh karena masih muda belia maka jabatan mursyih lil-Amri ( pemangku kuasa ) bagi pelaksanaan pemerintahan umum dijabat oleh Mughairah ibn Abdur Rahman III saudara bapaknya[6].

Amir Mughairah tidak lama berkuasa, karena mati dalam perebutan kekuasaan, tragedi tersebut buat pertama kali dalam sejarah daulat Umayyah di Spanyol, dan merupakan persekongkolan istana yang dikepalai oleh Al-Hajib[7] Ja’far ibn Ustman Al-Shahfi yang semenjak Khalifah Al-Hakam II telahMemangku jabatan Al-Hajib. Selanjutnya pelaksana kekuasaan berada pada wasir Muhammad ibn Abi Amir ia mendapat gelar Mulk al- Mansur yang kemudian menjadi tokoh terkenal di kemudian hari, ia terjun kemedan perang membawa tentaranya dan berhasil memenagkan setiap peperangan yang dihadapinya, sedangkan khalifah hanya tinggal terkurung didalam pekarangan istana, hal ini pula awal melemahnya otoritas kekhalifahan.

Sepeninggal Mulk Al-Mansur yang berkuasa sejak tahun 976-1003 M maka tejadilah kemelut yang berkelanjutan didalam perebutan kekuasaan sampai daulat Umayyah di Spanyol runtuh, peristiwa ini dalam tempo 29 tahun saja sepeninngal Mulk Al- Manshur yaitu antara tahun 393/ 1003 M dengan 422 H / 1031 M.

Semua kejadian tersebut menandakan bahwa peralihan dari satu khalifah ke khalifah berikutnya tidak ada peraturan yang mengikat, akibatnya di antara keluarga istana merasa punya hak untuk menduduki jabatan khalifah, sehingga dengan mudah terjadi perebutan kekuasaan di antara keturunan-keturunan bani Umayyah, yang datang kemudian lebih lemah dari pada yang terdahulu,  perang saudara tak terhindarkan, padahal mereka sesama umat Islam.

2.    Munculya Kerajaan-Kerajaan Kecil.

Tidak berapa lama Hisyam II merebut kembali khalifah untuk kedua kalinya, Cordova sebagai pusat kekhalifahan di Spanyol dilanda kekacauan politik akhirnya pada tahun 1031 M dewan menteri yang memerintah cordoba menghapuskan jabatan Khalifah[8].

Permusuhan antara elit propensial elit pedagang perkotaan, antara warga kota dan tentara berber, antara non Arab yang baru masuk Islam dengan bangsa Arab, menjadikan negara muslim Spanyol tidak mampu memperkokoh rezim. Sebuah pemerintahan imperial dipusat digantikan oleh sejumlah rezim propensial yang lebih kecil, Kesatuan pemerintahan kekhalifaan terhapus dan Spanyol terbagi-bagi menjadi kesultanan kecil , yang disebut Muluk thawa’if , atau sejumlah kerajaan kecil ( antara 1030-1090 ), tentara Arab, Slavia dan tentara Berber serta kalangan elit lokal masing-masing menjadi berkuasa[9].

Meskipun tejadi rezim propensial, tetapi ada suatu hal yang perlu dicatat bahwa masyarakat Spanyol tidak turut tepecah–pecah, hukum Islam dan sebuah identitas muslim Arab tetap diterima secara univesal, peradaban dan ilmu pengetahuan, kesenian dan kebudayaan Islam Spanyol memuncak perkembangannya, setiap dinasti ( raja ) di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova. Akan tetapi beberapa tahun kemudian perpecahan politik yang sedemikian menghangat sangat mengancam keberadaan peradaban Islam bangsa Spanyol.

3.    Fanatisme Kesukuan

Semenjak kematian  Abdur Rahaman III, Pemeluk-pemeluk Islam yang baru tidak dapat menerima sistem aristokrasi kearaban, mereka ini merupakan pihak pertama yang menentang kekhalifahan Umayyah, sehingga muncul dua kekuatan tebesar yaitu Berber dan Slavia. Beberapa suku saling memperebutkan supremasi kesukuannya dan bahkan berusaha

Mendirikan sebuah negara yang merdeka[10].

Kalangan orang Spanyol dan Berber memandang bangsa Arab sebagai orang asing atau kaum pendatang , maka keberadaan pemerintahan Arab Islam di Spanyol tidak berhasil menegakkan ikatan kebangsaan di tengah-tengah keragaman ras dan suku, akibatnya imperium Islam Spanyol tepecah menjadi sejumlah kelompok yaang saling bertentangan sehingga mempercepat kehancuaran pemerintahan muslim di Spanyol.

4. Kesulitan Ekonomi

Pada paruh kedua para penguasa Islam Spanyol, membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius, sehingga lalai membina perekonomian, akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer[11].Dengan munculnya dinasti-dinasti kecil menyebabkan Kondisi politik yang tidak stabil dan menyebabkan perekonomian morat marik.

b.  Penyebab dari Luar ( Eksternal )

1. Karena Wilayah Spanyol Terpencil

Kondisi wilayah turut mempengaruhi kemunduran Islam di Spanyol, Spanyol bagaikan daerah terpencil dari dunia Islam yang lain, mereka selalu berjuang sendirian tanpa mendapat bantuan kecuali dari  Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di Spanyol[12].

2. Komplik Antara Islam dengan Kristen

Sejak Islam masuk di spanyol, para penguasa Islam tidak melakukan Islamisasi  secara sempurna, kerajaan-kerajaan Kristen yang ditaklukkan dibiarkan pada hukum dan adat mereka, asal mereka membayar upeti[13], disamping itu kehadiran orang Arab memperkuat rasa kebangasaan (nasionalisme) orang Kristen Spanyol, sehingga tidak pernah berhenti pertentangan antara Islam dengan Kristen dan setelah beberapa abad kemudian raja-raja Kristen mempersiapkan diri untuk merebut kembali Spanyol.

Dengan munculnya disintegrasi negara-negara muslim pada abad sebelas mengantarkan pada pesatnya ekspansi sejumlah kerajaan Kristen, guna mempersatukan kerajaan Castile, Leon dan Galicia,  pada tahun 1085 Alfonso VI menaklukkan Toledo, ini merupakan awal pecahnya perang antara pihak Muslim dengan Kristen. Selanjutnya dimenangkan oleh Kristen. Tidak lama kemudian secara berurutan kerajaan Aragon merebut Huesca (1096), Saragossa (1118), Tortosa (1148) dan Lerida (1149)[14].

Kemajuan pihak Kristen diimbangi oleh pihak Muslim, pada tahun 1082 sebuah delegasi ulama[15] mengundang pihak al-Murabithun untuk terlibat demi membela umat Muslim Spanyol, sehingga pada tahun 1086 pasukan kerajaan dari Maroko menyeberangi Spanyol dan akhirnya mengalahkan Alfonso VI dan tahun 1090 sampai 1145 pasukan Afrika Utara tersebut berhasil menundukkan  kota-kota Muslim Spanyol[16].

Kerajaan al-Murabithun tidak lama berkuasa terpecah akibat perlawana lokal dan bangkitnya gerakan kerajaan  Muwahhidun juga dari Aprika Utara dan memenangkan perlawan pada tahun 1147, selanjutnya Al-Muwahidun dikalahkan pada tahun 1212 oleh pasukan gabungan Leon, Castile, Navarre dan Argon dalam perang Las Navas de Tolosa[17]. Dengan kekalahan Al- Muwahhidun negara muslim Spanyol kembali menjadi independen tetapi tidak berdaya menghadapi kekuatan Kristen.

Penggabungan kekuatan dari kerajaan Castile dan Leon pada tahun 1230 M, membuka jalan untuk penaklukan Cordova tahun 1236 dan kota Seville tahun  1248. Sementara itu pasukan Argon bergerak kewilayah Valencia pada tahun 1238 dan Murcia Tahun 1243, pada pertengahan abad tiga belas hanya Granada yang tetap bertahan dalam kekuasaan Muslim, lantaran warganya berjumlah besar, wilayahnya berbukit dan ekonominya produktif untuk membayar pajak kepada para sultan Castile[18]. Yang perlu juga diketahui ketika itu adalah daulat Nasariah ( daulat Bani Al-Ahmar ) yang mendirikan istana Al-Hambra di kota Granada, Kerajaan ini dapat berkuasa dari tahun 629 H / 1232 sampai 897 H / 1492 M.

B.   Hapusnya Islam Spanyol

Kebesaran dan Keagungan Granada pun tidak dapat bertahan karena pada tahun 1469 Kerajaan Ferdinand dari Argon dan Kerajaan Isabella dari Castilia bersatu menyerang kekuatan Islam dibawah kekuasaan Muhammad ibn Al-Ahmar di Granada, dimana daerah itu terkenal dengan nama Alhambra[19], pada tanggal 2 januari 1492 M  bertepatan 2 Rabiulawal 897 H, ibu kota Granada dikepung dan ditaklukkan oleh penguasa Kristen[20]. Dengan jatuhnya Granada kepada pihak Kristen merupakan awal berakhirnya sejarah warga muslim Spanyol. Pada waktu itu Abu Abdillah Muhammad raja dari kerajaan bani Al-Hamrah yang terakhir.

Setelah orang Kristen menguasai orang Andalusia, gerakan Kristenisasi dilaksanakan yaitu memaksa orang Islam menganut kembali agama Kristen. Dalam tahun 1499 di bawah pimpinan bapak akudosa ( confessor ) yaitu Kardinal Ximenes de Cisneros dimulailah suatu gerakan  yang memaksa orang Islam menganut agama Kriten, kemudian berusaha menyingkirkan semua buku Arab yang menguraikan tentang agama Islam dangan jalan membakarnya[21].

Pada tahun 1556, Raja Spanyol bernama Raja Philip II (1556- 1598 ) mengumumkan suatu undang-undang agar kaum Muslimin yang masih tinggal di Andalusia membuang kepercayaannya, bahasa, adat istiadat dan cara hidupnya. Kemudian pada tahun 1609, Raja Philip III ( 1598 – 1621 ) mengusir secara paksa semua kaum Muslimin dari Andalusia atau mereka dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen atau keluar dari Andalusia[22], dengan demikian hapuslah kekuasaan Islam di seluruh wilayah Spanyol.

III. KESIMPULAN

1.    Andalusia dibawah kekuasan Islam mengalami kemajuan pesat dan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga menjadi tujuan pencari ilmu di abad pertengahan, kemajuan tersebut berangsur-angsur pudar dan aklhirnya hilang.

2.    Kemunduran bahkan sampai hapusnya Islam di Spanyol dipengaruhi dua faktor penyebab yaitu faktor dari dalam yang intinya bahwa antara umat Islam itu sendiri saling memerangi antara satu dengan yang lainnya, sedangkan faktor yang berasal daru luar adalah muncul dari pihak Kristen yang memang sejak semula kedatangan Islam di Spanyol telah tertanam dendam kesumat, mereka merasa terhina dan terpinggirkan akibat kekuasaannya  direbut oleh pejuang Islam, mereka berabad-abad lamanya menunggu momentum yang tepat untuk menyerang raja-raja Islam guna menguasai kembali kekuasaan di Spanyol dan akhirnya mengusir secara paksa seluruh umat Islam yang ada pada zaman itu.

3.    Kota Granada  satu-satunya  kerjaan kecil  pada waktu itu yang masih berdiri dan merupakan benteng pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol akhirnya pada tahun 1492 M jatuhlah kota Granada ditangan umat Kristen.

4.    Sesungguhnya orang-orang Spanyol mengakui asal usul mereka yaitu dari bangsa Arab sebagai contoh Alcala Zamora adalah Presiden pertama dari Republik Spanyol, asal kata nama beliau adalah Al- Qal’ah (benteng) Zamurah.

DAFTAR PUSTAKA

Ali K, Prof. A Study of Islamic History diterjemahkan oleh Ghufron A. Mas’udi dengan judul Sejarah Islam Tarikh Pramodern, Cet. III; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000

Asmuni, Yusran,Drs, Dirasah Islamiyah II Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemnikiran, Cet. II; Jakarta : ajawali Press, 1996

Israr, C, Sejarah Kesenian Islam, Jilid I, Cet. II; Jakarta : Bulan Bintang, 1978

Hamka, Prof. DR, Sejarah Umat Islam, Jilid II, Cet.V; Jakarta : Bulan Bintang, 1981

K. Hitti, Philip Dunia Arab Sejarah Ringkas diterjemahkan oleh Usuludin Hutagalung dan O.D.P Sihombing,  Cet. VII; Bandung : Sumur Bandung

Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Umat bagia kesatu dan kedua, Cet.II; Jakarta : PT. Raja Grafindo Perasada, 2000

Sou’yb, Yusuf, Sejarah  Daulat Bani Umayyah II di Cordoba, Cet.I; Jakarta : Bulan Bintang, 1997

Yatim, Badri, DR,MA, Sejarah Peradaban Islam Dirsah Islamiyah II,Cet.II; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002


[1] Lihat Dewan Resaksi Ensiklopedia, Ensiklopedian Islam, Jilid I, (Cet.II; Jakarta : PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1994 ), h. 25-26.

[2] Penggunaan gelar Khalifah tersebut bermula dari berita yang sampai kepada Abdur Rahman III, bahwa khlifah Al – Muktadir  dari bani Abbas di Bagdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri, Keadaan ini menunjukkan suasana pemerintahan Abbasiyah sedang dalam kemelut, ia berkesimpulan bahwa saat ini paling tepat memakai gelar Khalifah yang telah hilang dari kekuassan Bani Umayyah selam 150 tahun lebih, gelar ini mulai dipakai tahun 929 M. Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, ( Ed.I, Cet.II; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000 ),  h.96.

[3] K. Ali, Sejarah Islam, ( Ed.I,Cet.II; Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1997 ), h.308

[4] Badri Yatim, op.cit, h. 97

[5]Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Umayyah, jilid II, (Cet.I; Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 133

[6] Ibid., h. 143

[7] Al-Hajib dalam ketatanegaraan Umayyah masa itu ialah menjabat kepala Rumah Tangga Istana.  Dan dalam kehidupan sehari-hari khalifah erat hubungannya dengan pejabat Al-Hajib itu, maka pejabat al-Hajib sangant menentukan didalam urusan pemerintahan sebagai penguasa bayangan. Kalau di Indonesia merupakan protokuler presiden, lihat Joesoef Sou’yb, ibid., h.144

[8] lihat K. Ali , op.cit., h.312

[9] Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam  Bagian kesatu dan dua, ( Ed.I, Cet.II; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h.588

[10]Lihat K. Ali, op.cit., h.318

[11] Lihat Badri Yatim, op.cit., h. 107-108

[12] Ibid., h. 108

[13] Lihat Yusran Asmuni,Dirasah Islamiah II, ( Ed. I, Cet. II; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996 ), h. 16

[14] Lihat Ira Lapidus, op.cit., h. 590

[15] Ulama yang dimaksud adalah Al-Muktamid ibn Ubbadd salah seorang dari raja-raja Ubbaad Spanyol, Lihat Hamka, Sejarah Umat Islam , Jilid II ( Cet. V; Jakarta : Bulan Bintang ,  1981) h. 143

[16] Lihat Ira M Lapidus, loc. Cit.

[17] Op.cit., h. 591

[18] Lihat Ira M Lapidus, op. cit.

[19] Al-Hambra adalah sebuah monumen ( puri ) yang didirikan diatas daratan sebuah bukit kecil yang tingginya kira-kira 150 meter diatas kota Granada, dari jauh kelihatan laksana sebuah benteng yang kokoh dengan menara yang menjulang megah, Lihat C. Israr, Sejarah Kesenian Islam, Jilid I, ( Cet. II; Jakarta : Bulan Bintang, 1978 ), h.227

[20] lihat Dewan Redaksi Ensklopedia Islam, op.cit., h 148

[21] Pjilip K. Hitti, Dunia Arab Sejarah Ringkas diterjemahkan oleh Usuludin Hutagalung dan O.D.P Sihombing, ( Cet. VII; Bandung : Sumur Bandung ), h . 191

[22] lihat Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, loc.cit.


Tinggalkan komentar

Kategori